Album Cover Di Dalam Telepon

Di Dalam Telepon

Usman Arrumy

5

"Halo, halo, halo"

"Nomor yang Anda tuju sedang pergi di luar jangkauan

Mohon hubungi lagi ketika sudah kembali"

Semula, aku ingin menanyakan kabarmu

Hanya kabarmu yang saat ini perlu aku ketahui

Tidak lebih

Kabarmu lebih penting dari burung

Aku tak ingin kabar burung, aku ingin kabarmu saja

Apakah kamu sakit atau sehat?

Bila sakit, aku akan jadi dokter bagi sakitmu

Dan bila sehat, aku akan menjadi walafiatmu

Apakah kamu sedang bahagia atau sedang sedih?

Bila sedang bahagia, aku akan menjadi ceriamu

Dan bila sedang sakit, aku akan menjadi perintang dukamu

Pendek kata, aku ingin menjadi air mata bagi tangismu

Atau menjadi gelak bagi tawamu

Aku ingin menjadi bagian yang paling konstitusional dari usiamu

Oh, aku hampir lupa, maaf

Aku tak hendak menghujanimu dengan kata-kata

Seperti yang kamu dengar selama ini

Aku sudah melakukan tobat untuk tidak lagi sembrono mengumbar kata

Yang seperti saranmu, lebih baik ditulis sebagai buku saja

Tapi, mengapa nomor yang kamu berikan 33 hari yang lalu itu

Kini hanya meninggalkan bunyi, "Tut, tut, tut"?

Apakah aku keliru menggetik nomor

Yang kini menjadi satu-satunya alamatmu yang kuketahui?

Tidak mungkin

Aku bahkan lebih hafal nomormu ketimbang namaku sendiri

Nomormu sudah tercatat dan tersimpan rapi di halaman batinku

Nomormu lebih gampang diingat kar′na dikit belakangnya

Bernomor sama dengan tanggal, bulan, dan tahun

Saat kali pertama aku memandang wajahmu

Memang, 33 hari semenjak kali pertama aku mendapatkan nomormu itu

Belum pernah sekali pun terjadi percakapan

Kecuali dialog amat pendek antara diriku dan ketidakhadiranmu

Dan kali ini, jemariku dibimbing niat baik untuk menelpon nomormu

Tapi aku hanya mendengar bunyi serupa kereta api hendak berangkat

"Halo, halo, halo"

"Nomor yang tuj-, nomor yang anda hubungi

Saat ini belum juga pulang dari luar jangkauan

Kami sarankan Anda meniru bongkah batu

Yang sabar menunggu"

Masih tak kamu sahut panggilanku

Kubayangkan jem-

Kubayangkan jemarimu gugup di ambang keraguan

Kubayangkan juga, dering panggilan dariku

Hanya kamu dengarkan sambil membiarkan ponselmu

Terhampar di atas dadamu

Kini, kamu mungkin tertidur

Setelah entah sudah berapa kali mendengar lagu Wegah Kelangan

Yang kamu atur sebagai nada dering khusus ketika nomorku memanggil

Aku tahu berdasarkan etos kerja dalam memahami nalurimu

Ataukah sinyal di tempatmu berada kini sedang mengalami konflik cuaca?

Atau jangan-jangan rute perjalanan panggilanku dihalau

Oleh sekian ratus frekuensi kenanganmu akan mantanmu?

Atau, ah, asu tenan

Aku terkatung-katung di tepi ngarai keputusasaan

Bila tidak teringat kalau putus asa itu dilarang oleh agama

Mungkin aku sudah terjun bebas

Aku cukup beriman bukan?

"Apa kabarmu?"

"Baik"

"Tidakkah kamu rindu aku?"

"Biasa saja"

"Kenapa sudah 33 hari nomormu tidak bisa ditelpon?"

"Sengaja, biar kamu panik"

"Kok begitu?"

"Kepo"

"Aku kangen kamu"

"Aku juga"

"Kamu kok dingin begini sama aku?"

"Iya, berarti kamu harus panas sama aku"

"Jangan cuek begini dong"

"Oke, aku akan bebek saja"

Percakapan tersebut kudirikan demi sesuatu

Yang sampai saat ini kudambakan antara kamu dan aku

Tapi kenyataannya, percakapan tersebut terjadi antara diriku

Dengan diriku yang lain yang kuanggap sebagai dirimu

Tidak apa, yang paling penting

Aku masih punya harapan dapat mendengar suaramu

Hidup tanpa harapan, bagai tungku tanpa api

Bagai cangkir tanpa kopi

Ya, paling utama dalam sebuah kehidupan adalah memiliki harapan

Soal apakah harapan tersebut dapat terwujud

Itu bukan lagi menjadi keniscayaan, bukankah begitu?

Aku selalu menolak ketika mereka hendak memberiku jubah

Kebesaran jomblo

Aku kekasihmu

Aku tahu ada wajah lain yang senantiasa mengincar tempat di hatimu

Tapi aku kekasihmu

Mencintaimu adalah pelaksanaan takdirku

Dan setia padamu adalah sikap yang kuperjuangkan

Aku hanya bisa mengingatmu sebab sudah tak ada lagi

Kegiatan yang dapat kukerjakan

Kekasih, bila kelak ada pertemuan sekali lagi

Dan sepasang matamu sempat bercermin di kedua mataku

Jangan buru-buru mengerjap

Biarkan batinku merekam pandanganmu untuk yang terakhir kali

Aku kekasihmu

Aku mengingatmu sebagai seseuatu yang berhak memilikiku

Lalu, di dalam telpon, hening kembali menyeruak

"Halo, halo, halo"

"Nomor panggilan yang Anda ketik

Sepertinya mengalami tekanan mental

Cobalah periksa kembali

Apakah nomor tersebut mengalami gangguan traumatik"

Yah, rinduku semakin memanjang ketika harapan

Untuk dapat mendengar suaramu, semakin memendek

Seperti lenganku dapat memeluk tubuhmu

Tanpa sekali pun dapat memeluk tubuhku sendiri

Dengan sisa harapan ini aku akan merawat rinduku

Oh, maaf, suara, "Tut, tut, tut"

Kini rupanya kupahami sebagai terjemahan dari cintamu

Yang berdenyut di jantungku, meski di seberang sana

Di seberang ruang yang terbentang antara diriku dan kekhawatiranku sendiri

Semakin terdengar, nyaring, gaung, panjang, perpisahan

Bunyi, "Tut, tut, tut" kini kudengar lebih mirip kalimat

"Kamu terlalu baik untukku"

Aku tahu kalau panggilanku untuk ke-659 kali ini

Hanya akan disambut oleh suara tersebut

Tapi bukankah hidup adalah soal perjuangan?

Dan untuk ada perjuangan ternyata perlu sebuah perjuangan lagi

Apakah bunyi, "Tut, tut, tut" kini

Adalah kata lain dari kalimat, "Tak peduli"?

Apakah bungkammu kini adalah pengertian dari kata, "Pamit"?

Oh, diam-diam, saya perlahan meyakini kalau diammu ternyata

Menjadi suara paling bening yang pernah aku tangkap gemanya

Ah, aku tidak menyerah, aku tidak putus asa

Aku hanya berupaya memahami

Bila melawan hawa hafsu adalah jihad terbesar

Dan keinginan menjadi garda terdepan

Yang memimpin peperangan dengan diriku

Maka melawan keinginan untuk dapat mendengar kabarmu

Adalah perjuangan terakhir yang paling panjang untuk menaklukkannya

Aku hanya ingin membersihkan keinginan-keinginan untuk memiliki fisikmu

Kamu milik Tuhan, sebagaimana diriku

Aku mencintaimu kar'na takdir mengharuskan begitu

Kar′na takdir mengharuskan begitu

Aku masih menunggu kamu mengangkat telponku

Itulah satu-satunya harapan yang kumiliki

Dan itulah alasanku, mengapa aku layak melanjutkan hidup

"Halo, halo, halo"

"Nomor yang Anda tuju sedang sibuk mengingkari panggilan Anda

Anda cukup memerlukan kesabaran

Untuk bisa tersambung dengan nomor ini"

Ternyata, hari ini ulang tahunmu

Aku teringat dan hampir lupa karena sibuk

Mengolah kegetiran ini menjadi senandung dialektika

Hari ulang tahunmu berdigit sama dengan nomor telepon yang kamu berikan itu

Kini aku akan menulis sebuah ucapan ringkas yang lazim

Selamat ulang tahun untuk kamu yang hari ini tepat berusia 20 tahun

Apakah kamu benar-benar berusia 20 tahun?

Sepertinya tidak

Semoga angka 20 hanyalah penanda bagi riwayat bermainmu di bumi ini

Semoga angka 20 adalah hanya usia tubuhmu

Usiamu yang sebenarnya setara dengan usia rembulan

Kamu dan rembulan diciptakan Tuhan secara bersamaan

Sampai-sampai semesta dahulu kala mengira

Kalau kamu dan rembulan adalah bayi kembar siam

Banyak dari Pengembara yang menyandang keyakinan

Kalau kecantikan

Kalau kecantikan rembulan disadur dari kecantikanmu

Bahwa kecantikanmu diciptakan dalam rangka memudahkan para penafsir

Memahami sifat Jamaliyahnya Tuhan

Mengapa kamu diciptakan Tuhan di muka bumi ini? Mengapa?

Bisa jadi, kar'na Tuhan hendak mengajari kepada alam

Bagaimana cara merias keindahan

Mengajari bagaimana senja merawat pesona

Tapi mengapa kamu diciptakan Tuhan?

Boleh jadi, kar'na Tuhan hendak memberikan kepadaku

Jalur resmi kepada manusia

Untuk memahami makna keindahan yang paling sah

Selamat ulang tahun

Kamu, angkatlah teleponmu

Akan aku tuturkan kalimat di atas

Meski tahu kamu cuma akan menganggapnya iseng

Di sini, di bumi, di mana aku berpijak ini

Di atas sisa harapanku ini, aku hendak menanyakan satu hal

Dan itulah pertanyaan terakhirku

Apakah kamu lupa ada setengah dari malammu

Tertinggal di sepasang mataku?

Tidakkah kamu ingin mengambilnya?

Kicau burung rontok ke halaman batinku

Deru bus kota seperti hendak menjelaskan kegaduhan dalam diriku

Ricik air mancur di taman

Seperti suara kangenku yang tak dapat kusampaikan kepadamu

Dan kamu masih tak mengangkat ponselmu

"Halo, halo, halo"

Mendadak telpon putus, padahal belum jadian

Terima kasih

Lagu lain oleh Usman Arrumy